Radio Streaming Soneta
Silahkan install flash player untuk mendengarkan Radio Streaming ini
Monday, May 7, 2012
DOWNLOAD LAGU SONETA
Duka dalam cinta
Emansipasi Wanita
Dusta
Dunia
Engkau
Euphoria
Fatamorgana
Firman Tuhan
Gali lobang tutup lobang
Gelandangan
Generasi muda
Gembala
Gitar Tua
Gulali
Habis gelap terbitlah terang
Hai orang asing
Haji
Hak Azasi
Hampir saja
Haram
Harga diri
Hari berbangkit
Hari kiamat
Hatimu dan hatiku
Hayo
Hello dangdut
Hitam
Hubungan
Ibukota
Idul fitri
Indonesia
Ingkar
Insya Allah
Istri yang setia
Isyarat cinta
Jaga diri
Jamilah
Jana jana feat puan Noor
Jangan mengkhayal
Janji
Jatuh cinta
Joget
Judi
Kabar dan dosa
Kampoeng dangdut
Kandungan
Kata Pujangga
Kawula muda
Kaya hati feat Umi Elvy
Ke monas feat umi Elvy
Kegagalan cinta
Kehilangan
Kehilangan tongkat
Kejam
Kekasih
Kelana 1
Kelana 2
Kelana 3
Masih dalam tahap penyempurnaan, Insya Allah besok di update
Emansipasi Wanita
Dusta
Dunia
Engkau
Euphoria
Fatamorgana
Firman Tuhan
Gali lobang tutup lobang
Gelandangan
Generasi muda
Gembala
Gitar Tua
Gulali
Habis gelap terbitlah terang
Hai orang asing
Haji
Hak Azasi
Hampir saja
Haram
Harga diri
Hari berbangkit
Hari kiamat
Hatimu dan hatiku
Hayo
Hello dangdut
Hitam
Hubungan
Ibukota
Idul fitri
Indonesia
Ingkar
Insya Allah
Istri yang setia
Isyarat cinta
Jaga diri
Jamilah
Jana jana feat puan Noor
Jangan mengkhayal
Janji
Jatuh cinta
Joget
Judi
Kabar dan dosa
Kampoeng dangdut
Kandungan
Kata Pujangga
Kawula muda
Kaya hati feat Umi Elvy
Ke monas feat umi Elvy
Kegagalan cinta
Kehilangan
Kehilangan tongkat
Kejam
Kekasih
Kelana 1
Kelana 2
Kelana 3
ALBUM SONETA
Album-album Volume Soneta
Betapa Soneta Grup merupakan legenda hidup Indonesia
hingga kini, terbutkti sudah banyak album rekaman yang dihasilkan
semenjak awal berdiri hingga saat ini. Dalam tulisan ini, kami cantumkan
koleksi album rekaman Soneta Grup yang telah ditulis oleh beberapa
sahabat Soneta Fans Club Indonesia (SFCI) dan sahabat Soneta Mania
(SONIA). (Admin)
SONETA Volume 1 “Begadang” (Yukawi, 1975)
Inilah debut album Soneta Group bersama Yukawi yang melejitkan hits Begadang. Dengan lirik dan beat yang sederhana lagu Begadang menghantarkan Soneta Group bersama Pak Haji dan Elvy Sukaesih ke gerbang kesuksesan.
Konon sebetulnya yang dijagokan adalah lagu Tung Keripit yang dinilai memiliki nilai lebih dari segi aransemen musik dan beat lagu.
Lagu Begadang sempat pula direkam dan diedarkan oleh Remaco dengan artis Favourites Group pimpinan A. Riyanto. Pada tahun 80-an, Group Jazz Karimata (kalau tidak salah) pernah merekam lagu Begadang secara instrumental.
Album Begadang merupakan kaset Indonesia pertama yang menyelipkan lirik lagu pada sampul/cover kasetnya.
Cover kaset menampilkan foto Pak Haji yang berambut gondrong dan Elvy Sukaesih berdiri di depan rumah dengan pakaian khas tahun 70-an.
Inilah debut album Soneta Group bersama Yukawi yang melejitkan hits Begadang. Dengan lirik dan beat yang sederhana lagu Begadang menghantarkan Soneta Group bersama Pak Haji dan Elvy Sukaesih ke gerbang kesuksesan.
Konon sebetulnya yang dijagokan adalah lagu Tung Keripit yang dinilai memiliki nilai lebih dari segi aransemen musik dan beat lagu.
Lagu Begadang sempat pula direkam dan diedarkan oleh Remaco dengan artis Favourites Group pimpinan A. Riyanto. Pada tahun 80-an, Group Jazz Karimata (kalau tidak salah) pernah merekam lagu Begadang secara instrumental.
Album Begadang merupakan kaset Indonesia pertama yang menyelipkan lirik lagu pada sampul/cover kasetnya.
Cover kaset menampilkan foto Pak Haji yang berambut gondrong dan Elvy Sukaesih berdiri di depan rumah dengan pakaian khas tahun 70-an.
artikel : Noer MN (Soneta Mania) – foto : Muchit Chusnan
SONETA Volume 2 “Penasaran” (Yukawi, 1975)
Album ini melahirkan hits Penasaran. Lagu Teman sekilas sangat mirip
dengan lagu Holiday-nya Bee Gees. Cover kaset gambar setengah badan yang
diambil dari samping, Pak Haji bersedekap berhadap an dengan Elvy S.
yang juga bersedekap saling berpandangan.
artikel : Noer MN (Soneta Mania) – foto : Muchit Chusnan
artikel : Noer MN (Soneta Mania) – foto : Muchit Chusnan
SONETA Volume 3 “Rupiah” (Yukawi, 1975)
Album ini dirilis menjelang keberang katan Pak Haji ke tanah suci.
Cover kasetnya keren. Pak Haji dan Elvy S. berdiri sejajar bertumpu pada
instrumen musik dengan busana merah menyala dan rambut yang dibiarkan
tergerai.
Album ini menjadi puncak perseteruan antara Remaco dan Yukawi yang saling mengklaim mempunyai hak kontrak atas Pak Haji, Elvy dan Soneta. Bahkan saling perang iklan/ somasi yang dimuat pada majalah Tempo. Album ini juga merupakan album terakhir Elvy S. bergabung dengan Soneta dan selanjutnya bersolo karir di bawah Remaco, seteru Yukawi.
Semua lagu ciptaan Pak Haji kecuali lagu Beku yang diciptakan bersama Yeyet Lagu terakhir (Mengapa Merana) sepertinya tidak dibuat dan diiringi Soneta karena terasa sekali atmosfernya beda dengan atmosfer musik Soneta.
artikel : Noer MN (Soneta Mania) foto : Muchit Chusnan
Album ini menjadi puncak perseteruan antara Remaco dan Yukawi yang saling mengklaim mempunyai hak kontrak atas Pak Haji, Elvy dan Soneta. Bahkan saling perang iklan/ somasi yang dimuat pada majalah Tempo. Album ini juga merupakan album terakhir Elvy S. bergabung dengan Soneta dan selanjutnya bersolo karir di bawah Remaco, seteru Yukawi.
Semua lagu ciptaan Pak Haji kecuali lagu Beku yang diciptakan bersama Yeyet Lagu terakhir (Mengapa Merana) sepertinya tidak dibuat dan diiringi Soneta karena terasa sekali atmosfernya beda dengan atmosfer musik Soneta.
artikel : Noer MN (Soneta Mania) foto : Muchit Chusnan
SONETA Volume 4 “Darah Muda” (Yukawi, 1976)
Album ini adalah debut pertama Rita Sugiarto bergabung bersama Soneta.
Album ini merupakan kaset pertama yang memberikan hadiah kepada pembelinya berupa sebuah poster yang berukuran sangat besar yang bergambar Pak Haji yang sudah tidak gondrong lagi sepulang ibadah haji dan Rita S. yang sedang melambaikan tangan.
Album ini adalah debut pertama Rita Sugiarto bergabung bersama Soneta.
Album ini merupakan kaset pertama yang memberikan hadiah kepada pembelinya berupa sebuah poster yang berukuran sangat besar yang bergambar Pak Haji yang sudah tidak gondrong lagi sepulang ibadah haji dan Rita S. yang sedang melambaikan tangan.
artikel : Noer MN (Soneta Mania) foto : Muchit Chusnan
SONETA Volume 5 “Musik” (Yukawi, 1976)
Album ini adalah album terakhir Herman (Bass) dan Kadir (gendang) bergabung dengan Soneta. Karena perbedaan prinsip keduanya mengundurkan diri usai sebuah pertunjukan tour show di Jawa Timur.
Herman dan Kadir kemudian membentuk OM. Sanita dengan penyanyi Teti Safari, kemudian sempat bergabung dalam OM. Mahkota bersama Elvy Sukaesih dan sempat pula bergabung dengan Tarantula-nya Camelia Malik dan Reynold Panggabean. Penampilan mereka bersama Tarantula bisa disaksikan pada film Colak-coleknya Camelia Malik.
Tahun 2003 Herman kembali bergabung mengganti kan Alm. H. Popong yang saat itu sakit keras.
Cover kasetnya bergambar Pak Haji menyandang gitar dengan pakaian putih lengkap dengan sorbannya.
Album ini adalah album terakhir Herman (Bass) dan Kadir (gendang) bergabung dengan Soneta. Karena perbedaan prinsip keduanya mengundurkan diri usai sebuah pertunjukan tour show di Jawa Timur.
Herman dan Kadir kemudian membentuk OM. Sanita dengan penyanyi Teti Safari, kemudian sempat bergabung dalam OM. Mahkota bersama Elvy Sukaesih dan sempat pula bergabung dengan Tarantula-nya Camelia Malik dan Reynold Panggabean. Penampilan mereka bersama Tarantula bisa disaksikan pada film Colak-coleknya Camelia Malik.
Tahun 2003 Herman kembali bergabung mengganti kan Alm. H. Popong yang saat itu sakit keras.
Cover kasetnya bergambar Pak Haji menyandang gitar dengan pakaian putih lengkap dengan sorbannya.
artikel : Noer MN (Soneta Mania) foto : Muchit Chusnan
SONETA Volume 6 “135.000.000” (Yukawi, 1976)
Posisi gendang pada album ini diisi oleh H. Afif, yang awalnya adalah
musisi Rock Gafiyas dari Jawa Timur. Herman masih sempat mengisi bass
untuk album ini.
Lagu 135.000.000 menjadi lagu favorit pilihan pemirsa yang diselenggarakan oleh Radio Puspen Hankam ABRI, sedangkan Rhoma Irama dan Rita S. meraih predikat penyanyi kesayangan pemirsa.
Lagu 135.000.000 adalah satu-satunya lagu di Indonesia yang judulnya berubah-ubah setiap tahun. Saya punya rekaman live Pak Haji menyanyikannya menjadi 165.000.000 pada pertunjukan Indonesia Musik Festival di Istora Senayan, menjadi 185.000.000 pada pertunjukan Semarak Dangdut di Ancol dan belakangan menjadi 200.000.000.
Lagu 135.000.000 menjadi lagu favorit pilihan pemirsa yang diselenggarakan oleh Radio Puspen Hankam ABRI, sedangkan Rhoma Irama dan Rita S. meraih predikat penyanyi kesayangan pemirsa.
Lagu 135.000.000 adalah satu-satunya lagu di Indonesia yang judulnya berubah-ubah setiap tahun. Saya punya rekaman live Pak Haji menyanyikannya menjadi 165.000.000 pada pertunjukan Indonesia Musik Festival di Istora Senayan, menjadi 185.000.000 pada pertunjukan Semarak Dangdut di Ancol dan belakangan menjadi 200.000.000.
artikel : Noer MN (Soneta Mania) foto : Muchit Chusnan
SONETA Volume 7 “Santai” (Yukawi, 1977)
Pak Haji pada saat perilisan album ini menyebutnya sebagai funky dangdut. Indra Lesmana sangat suka lagu Santai yang menurutnya pada Majalah Mutiara tahun 1985 sebagai fusion. Group Band GIGI pernah membawakan lagu ini pada show-nya di Amerika. Kolaborasi yang apik untuk lagu santai terjadi saat acara Joged RCTI yang menampilkan kolaborasi Soneta dan DKSB-nya (alm.) Harry Rusli yang menggandeng penyanyi jazz, Shania untuk duet bersama Pak Haji. Kehebohan terjadi karena Harry Rusli membawa perabot makan mulai dari piring, sendok sampai meja keatas panggung. Slank-pun pernah membawakan lagu ini pada pertunjukan Slank dan Soneta di Sidoarjo. Di tangan Slank, lagu Santai jadi makin nge-rock dan sangat asyik dinikmati.
Cover album ini bergambar Pak Haji sedang memainkan Sitar India lengkap dengan tumpukan gendang tabla-nya. Pada Album ini bass sudah mulai diisi oleh H. Popong, rekan H. Afifi di Band Gafiyas
artikel : Noer MN (Soneta Mania) foto : Muchit Chusnan
Pak Haji pada saat perilisan album ini menyebutnya sebagai funky dangdut. Indra Lesmana sangat suka lagu Santai yang menurutnya pada Majalah Mutiara tahun 1985 sebagai fusion. Group Band GIGI pernah membawakan lagu ini pada show-nya di Amerika. Kolaborasi yang apik untuk lagu santai terjadi saat acara Joged RCTI yang menampilkan kolaborasi Soneta dan DKSB-nya (alm.) Harry Rusli yang menggandeng penyanyi jazz, Shania untuk duet bersama Pak Haji. Kehebohan terjadi karena Harry Rusli membawa perabot makan mulai dari piring, sendok sampai meja keatas panggung. Slank-pun pernah membawakan lagu ini pada pertunjukan Slank dan Soneta di Sidoarjo. Di tangan Slank, lagu Santai jadi makin nge-rock dan sangat asyik dinikmati.
Cover album ini bergambar Pak Haji sedang memainkan Sitar India lengkap dengan tumpukan gendang tabla-nya. Pada Album ini bass sudah mulai diisi oleh H. Popong, rekan H. Afifi di Band Gafiyas
artikel : Noer MN (Soneta Mania) foto : Muchit Chusnan
SONETA Volume 8 “Hak Azazi” (Yukawi, 1977)
Menurut saya inilah awal revolusi dangdut ala Soneta. Raungan gitar Pak Haji mulai dominan pada album ini. Sound Gitarnya sudah sangat mirip Ritchie Blackmore. Saya paling suka permainan melody Pak Haji pada lagu Buta dan Percuma. Sepertinya lagu Buta ini satu-satunya lagu yang menggambarkan perasaan seorang tuna netra benar-benar menyentuh.
Pada lagu Ingkar, Pak Haji mencoba bergaya nge-rap pada beberapa bagian syairnya. Lagu Kuraca mengingatkan saya pada lagu Dendang Riang yang dibawakan Pak Haji tahun 70-an bersama OM. Purnama. Terobosan Pak Haji bersama SONETA di album ini benar-benar berhasil dan hebat.
Album ini sempat dilarang diiklankan di TVRI, bahkan mulai pada saat itu Rhoma dan Soneta benar-benar diharamkan masuk TVRI meskipun hanya lewat iklan. Alasan tertulisnya tidak pernah ada. Tetapi kemungkinan karena kemenangan PPP yang didukung Pak Haji atas Golkar di DKI Jakarta membuat merah muka para penguasa saat itu. artikel : Noer MN (Soneta Mania) foto : Muchit Chusnan
Menurut saya inilah awal revolusi dangdut ala Soneta. Raungan gitar Pak Haji mulai dominan pada album ini. Sound Gitarnya sudah sangat mirip Ritchie Blackmore. Saya paling suka permainan melody Pak Haji pada lagu Buta dan Percuma. Sepertinya lagu Buta ini satu-satunya lagu yang menggambarkan perasaan seorang tuna netra benar-benar menyentuh.
Pada lagu Ingkar, Pak Haji mencoba bergaya nge-rap pada beberapa bagian syairnya. Lagu Kuraca mengingatkan saya pada lagu Dendang Riang yang dibawakan Pak Haji tahun 70-an bersama OM. Purnama. Terobosan Pak Haji bersama SONETA di album ini benar-benar berhasil dan hebat.
Album ini sempat dilarang diiklankan di TVRI, bahkan mulai pada saat itu Rhoma dan Soneta benar-benar diharamkan masuk TVRI meskipun hanya lewat iklan. Alasan tertulisnya tidak pernah ada. Tetapi kemungkinan karena kemenangan PPP yang didukung Pak Haji atas Golkar di DKI Jakarta membuat merah muka para penguasa saat itu. artikel : Noer MN (Soneta Mania) foto : Muchit Chusnan
SONETA Volume 9 “Begadang II” (Yukawi, 1978)
lagu HAYO dalam album ini dicoret, di masukkan sebagai lagu bonus Sound Track Film “Begadang” yang juga dirilis pada tahun 1978.
SONETA Volume 10 “Sahabat” (Yukawi 1978)
Ternyata revolusi belum berakhir. Lewat Album ini Soneta kembali
membuktikan keunggulannya dalam meramu musik Rock-Dangdut yang disebut
Pak Haji sebagai Dynamic Dangdut. Perubahan terlihat jelas pada pukulan
gendang H. Afif yang kini dilengkapi drum. Juga raungan Hammond dan
Farfisa-nya H. Riswan pada lagu tersesat.
(artikel Noer Soneta Mania, foto muchit chusnan)
SONETA Volume 11 “Indonesia” (Yukawi 1982)
Album ini makin membuat merah telinga rezim korup Orde Baru.
Korupsi dan kesenjangan sosial digarap habis-habisan pada lagu
Indonesia. Sampai saat ini lagu Indonesia tetap aktual untuk dibawakan.
“Yang kaya makin kaya… yang miskin makin miskin…” tetap terjadi sampai
saat ini. Bisa dikatakan inilah lagu kritik sosial terbaik Pak Haji dan
Soneta.
Untuk pertama kalinya album Soneta dimulai dengan sapaan Assalamualaykum kepada para penggemar. Album ini Pak Haji menggamit Nandani sebagai penyanyi tamu menggantikan Rita Sugiarto. Lagu Takkan Lagi diambil dari lagu film India yang berjudul sama yaitu Main Tulsi Tere Anggar Ki.
Untuk pertama kalinya pula side B diisi tetap dengan lagu-lagu Soneta setelah pada album-album sebelumnya Side B diisi oleh grup dangdut lain, seperti: Meggy Z, Ruston Nawawi, dll.
Untuk pertama kalinya album Soneta dimulai dengan sapaan Assalamualaykum kepada para penggemar. Album ini Pak Haji menggamit Nandani sebagai penyanyi tamu menggantikan Rita Sugiarto. Lagu Takkan Lagi diambil dari lagu film India yang berjudul sama yaitu Main Tulsi Tere Anggar Ki.
Untuk pertama kalinya pula side B diisi tetap dengan lagu-lagu Soneta setelah pada album-album sebelumnya Side B diisi oleh grup dangdut lain, seperti: Meggy Z, Ruston Nawawi, dll.
(artikel Noer Soneta Mania, foto muchit chusnan)
SONETA Volume 12 “Renungan Dalam Nada” (Yukawi 1983)
Untuk pertama kalinya memakai judul album yang tidak ada dalam
deretan lagu. Dibuka dengan intro musik layaknya pertunjukan panggung
drama. Pada album ini terdengar sekali gaya pukulan gendang H. Afif yang
sangat berbeda dengan pukulan gendang grup dangdut lainnya. Soneta
makin ekspresif di album ini. Pemilihan judul album sangat sesuai dengan
syair-syair lagu yang sangat sarat nilai dakwah.
Pada album ini ada beberapa bafian bass yang dimainkan oleh Lucy Angoman, bassist Soneta Girl karena kebetulan H. Popong cidera tangan.
Pada album ini ada beberapa bafian bass yang dimainkan oleh Lucy Angoman, bassist Soneta Girl karena kebetulan H. Popong cidera tangan.
(artikel Noer Soneta Mania, foto Muchit Chusnan)
SONETA Volume 13 “Emansipasi Wanita” (Soneta Record 1984)
Album ini merupakan album pertama yang diproduksi sendiri oleh Pak
Haji di bawah label Soneta Record yang mengambil alih Yukawi karena
sudah tidak aktif lagi.
Album ini membawa pencerahan baru bagi musik Soneta. Pak Haji
memasukkan Brass Section yang diisi oleh Dadi, Farid dan Yanto pada
saxofone, alto sax dan trompet. Penyanyi wanitanya pun pendatang baru
yang diperkenalkan langsung dalam album ini, yaitu Nur Halimah untuk
membawakan lagu manis, Nasib Bunga.
Sayangnya album spektakuler ini harus terkena imbas peceraian Pak Haji dengan Ibu Veronica yang sempat membuat banyak penggemar kecewa. Album ini sangat kaya dalam aransemen musik dan kuat dalam syair lagu-lagunya. Pak Haji mengangkat tema Emansipasi yang belum pernah diangkat oleh musisi Indonesia sampai saat ini. Saya paling suka syair lagu Nilai Sehat, maknanya dalam sekali. Album ini sempat dirilis ulang tetapi dengan mengangkat lagu Modern sebagai judul utamanya.
(artikel Noer Mn / Soneta Mania – desain foto Muchit Chusnan)
Sayangnya album spektakuler ini harus terkena imbas peceraian Pak Haji dengan Ibu Veronica yang sempat membuat banyak penggemar kecewa. Album ini sangat kaya dalam aransemen musik dan kuat dalam syair lagu-lagunya. Pak Haji mengangkat tema Emansipasi yang belum pernah diangkat oleh musisi Indonesia sampai saat ini. Saya paling suka syair lagu Nilai Sehat, maknanya dalam sekali. Album ini sempat dirilis ulang tetapi dengan mengangkat lagu Modern sebagai judul utamanya.
(artikel Noer Mn / Soneta Mania – desain foto Muchit Chusnan)
SONETA Volume 14 “Judi” (MAA Record 1988)
Album ini adalah pecahan album soundtrack film
Nada-nada Rindu yang keseluruhan berisi 8 lagu dan mungkin atas
perhitungan bisnis dibagi menjadi dua album. Sejatinya album ini hanya
berisi 2 lagu yang bukan soundtrack film yaitu Penyakit Ci…nta dan Harga
Diri. Untuk album ini Pak Haji kembali menggamit Riza Umami pada vokal
pendamping.
Memang secara power suara Riza Umami lebih kuat dibanding Nur Halimah yang sangat cocok untuk lagu-lagu slow/lembut. Lagu Judi menjadi titik awal kemunculan kembali Soneta di TVRI setelah dicekal selama 11 tahun, sejak tahun 1977. Lagu Judi muncul pertama kali di TVRI pada tanggal 8 Mei 1988 pada acara Kamera Ria.
Pada film Nada-nada Rindu syair lagu Judi tidak sama dengan yang dibawakan dalam kaset yaitu, Kaset : Apapun nama dan bentuk judi….semuanya perbuatan keji / Apapun nama dan bentuk judi….jangan dilakukan dan jauhi Film: Kalau orang sudah gila judi….uang belanja pun di kebiri, / Kalau orang sudah gila judi….tak punya uang bisa mencuri,
(artikel Noer MN / Soneta Mania – desain foto Muchit Chusnan)
Memang secara power suara Riza Umami lebih kuat dibanding Nur Halimah yang sangat cocok untuk lagu-lagu slow/lembut. Lagu Judi menjadi titik awal kemunculan kembali Soneta di TVRI setelah dicekal selama 11 tahun, sejak tahun 1977. Lagu Judi muncul pertama kali di TVRI pada tanggal 8 Mei 1988 pada acara Kamera Ria.
Pada film Nada-nada Rindu syair lagu Judi tidak sama dengan yang dibawakan dalam kaset yaitu, Kaset : Apapun nama dan bentuk judi….semuanya perbuatan keji / Apapun nama dan bentuk judi….jangan dilakukan dan jauhi Film: Kalau orang sudah gila judi….uang belanja pun di kebiri, / Kalau orang sudah gila judi….tak punya uang bisa mencuri,
(artikel Noer MN / Soneta Mania – desain foto Muchit Chusnan)
SONETA Volume 15 “Gali Lobang Tutup Lobang” (MAA Record 1989)
Walaupun sudah boleh muncul lagi di TV, tetapi album ini tidak
pernah dipromosikan di tv, oleh karena itu tidak ada video klip album
ini.
Album ini merupakan album terakhir bagi H. Wempy (rhythm guitar), salah seorang anggota awal Soneta ya…ng mengundurkan diri dan kemudian membentuk OM. Rohata yang sempat melambungkan nama Ayu Soraya lewat album Cinta Berpayung Bulan. Selanjutnya posisi rhythm guitar diisi oleh Lukman.
Cover albumnya Pak Haji berjaket kulit coklat berselempang gitar. (Artikel Noer MN / Soneta Mania – desain foto Muchit Chusnan)
Album ini merupakan album terakhir bagi H. Wempy (rhythm guitar), salah seorang anggota awal Soneta ya…ng mengundurkan diri dan kemudian membentuk OM. Rohata yang sempat melambungkan nama Ayu Soraya lewat album Cinta Berpayung Bulan. Selanjutnya posisi rhythm guitar diisi oleh Lukman.
Cover albumnya Pak Haji berjaket kulit coklat berselempang gitar. (Artikel Noer MN / Soneta Mania – desain foto Muchit Chusnan)
SONETA Volume 16 “Terserah Kita” (MSC Record 1990)
Album ini boleh dikatakan sebagai mini album, karena side A dan
side B hanya berisi 5 lagu tersebut (3 di side A dan 2 di side B). Untuk
promosi di tv ditampilkan lagu Bujangan yang di-shoot di Studio Soneta
Record.
Lagu Pesta Pasti Berakhi…r sempat dipromosikan pada acara Titian Muhibah kerjsama TVRI dan RTM Malaysia. Cover album bergambar close-up wajah Pak Haji tanpa guitarnya.
Inilah album terakhir Rhoma Irama dan Soneta yang berisi sedikitnya 5 lagu baru, karena selanjutnya dan sampai saat ini Pak Haji hanya merilis album-album single yang hanya berisi 1 lagu baru dan selebihnya lagu-lagu yang sudah pernah dirilis sebelumnya. (Artikel Noer MN / Soneta Mania – desain foto Muchit Chusnan)
Lagu Pesta Pasti Berakhi…r sempat dipromosikan pada acara Titian Muhibah kerjsama TVRI dan RTM Malaysia. Cover album bergambar close-up wajah Pak Haji tanpa guitarnya.
Inilah album terakhir Rhoma Irama dan Soneta yang berisi sedikitnya 5 lagu baru, karena selanjutnya dan sampai saat ini Pak Haji hanya merilis album-album single yang hanya berisi 1 lagu baru dan selebihnya lagu-lagu yang sudah pernah dirilis sebelumnya. (Artikel Noer MN / Soneta Mania – desain foto Muchit Chusnan)
Sunday, May 6, 2012
ABOUT DANGDUT KOPLO
Assalmu'alaikum Sahabat Soneta
Pernah suatu hari saya ditanya oleh beberapa orang kawan...
"kenapa kamu gak suka dangdut Koplo...?"
ane jawab tegas... "Koplo itu merusak citra dangdut original...sama seperti halnya goyangan pornoaksi dipentas dangdut...
Lirik demi lirik dan alunan original musik karya Bang Haji... indah untuk dinikmati...dihayati...direnungkan... jadi jangan diperkosa dengan KOPLO-mu....
Bang Haji pun selaras dengan prinsip saya...
Rhoma juga berkomitmen membersihkan musik dangdut dari nuansa musik koplo.
Pernah suatu hari saya ditanya oleh beberapa orang kawan...
"kenapa kamu gak suka dangdut Koplo...?"
ane jawab tegas... "Koplo itu merusak citra dangdut original...sama seperti halnya goyangan pornoaksi dipentas dangdut...
Menurut saya pribadi, Koplo merupakan inovasi perkembangan musik... tapi telah memperkosa lirik-lirik lagu yang seharusnya bisa dihayati..
Silahkan... Koplo lagu-lagu dangdut...tapi jangan lagu Bang Haji...jangan lagu-lagu SONETA
Lirik demi lirik dan alunan original musik karya Bang Haji... indah untuk dinikmati...dihayati...direnungkan... jadi jangan diperkosa dengan KOPLO-mu....
Bang Haji pun selaras dengan prinsip saya...
Rhoma juga berkomitmen membersihkan musik dangdut dari nuansa musik koplo.
Rhoma yang
juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Artis Musik Melayu
Dangdut Indonesia (DPP PAMMI) 2012-2017 itu menegaskan kalau pihaknya
tidak melarang orang berkreativitas dengan musik dangdut, namun dirinya
keberatan jika karyanya diaransemen dan dinyanyikan secara koplo.
"Buat saya, kreativitas dalam konteks untuk penyegaran dalam aransemen
bisa-bisa saja. Dangdut bisa kolaborasi sama rock, jazz dan lain-lain.
Kalau koploin dangdut, ini saya pribadi sebagai pencipta lagu yang
dibawakan secara koplo merasa keberatan. Karena dalam koplo itu,
menampilkan sisi erotisme, dari sejarah perjalanannya seperti itu,"
ungkapnya.
Lagu, menurut Rhoma harus
memiliki ruh dan pesan, serta seni dan unsur-unsur lainnya. Namun
dengan koplo, secara artistik dan maknawi telah dirusak. Rhoma mencontohkan,
sebuah lagu cinta yang melankolis dirusak dan hilang nilai seninya,
apalagi lagu religi saat dibawakan secara koplo.
"Itu pelecehan namanya. Semua bisa membuat genre apapun, tapi jangan
mengkoplokan musik dangdut. Saya pribadi nggak izinin karya saya
dikoplo. Musik fun doang tanpa artistik, saya nggak setuju," tegasnya.
Rhoma
yang baru terpilih kembali dalam Munas ke-3 di Surabaya 3-4 Maret lalu
itu juga melantik pengurus PAMMI untuk periode 2012-2017. Pelantikan
berlangsung di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta Pusat, Sabtu (21/4/2012).
(kpl/ato/dar)
Ngenet dibayar harian....
KLIK DISINI, Insya Allah Halal
(diweb klik Skip add, kemudian ikuti panduannya)
Ngenet dibayar harian....
KLIK DISINI, Insya Allah Halal
(diweb klik Skip add, kemudian ikuti panduannya)
RHOMA IRAMA: VIDEO TERKAIT
BIOGRAFI SANG RAJA
Raden Haji Oma Irama atau disingkat Rhoma Irama yang berjuluk Raja
Dangdut, lahir pada tanggal 11 Desember 1946 di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Ia bergelar raden karena pada kedua orang tuanya mengalir darah
bangsawan/ningrat. Ia merupakan putra kedua dari dua belas bersaudara,
yaitu delapan saudara laki-laki dan empat saudara perempuan (delapan
saudara kandung, dua saudara seibu dan dua saudara bawaan ayah tirinya).
Ayahnya, Raden Burdah Anggawirya merupakan mantan komandan
gerilyawan Garuda Putih pada zaman kemerdekaan. Ia memberi nama ‘Irama’
karena bersimpati terhadap grup sandiwara asal Jakarta yang bernama
Irama Baru yang pernah diundang untuk menghibur pasukannya di
Tasikmalaya. Ia sangat pandai dalam memainkan alat musik serta
menyanyikan lagu-lagu cianjuran. Sedangkan Ibunya bernama Tuti Juariah,
ia pun merupakan keturunan ningrat dan pandai pula dalam menyanyi,
seperti lagu No Other Love yang sering didengarkan Rhoma sewaktu kecil.
Sebelum tinggal di Tasikmalaya, keluarganya tinggal di Jakarta dan
di kota inilah, kakaknya Benny Muharram dilahirkan. Sedangkan Rhoma
lahir di Tasikmalaya beberapa saat setelah pindah ke kota tersebut.
Setelah lahir Rhoma, lahir pula adik-adiknya, seperti Handi dan Ance.
Setelah itu, mereka pindah lagi ke Jakarta dan tinggal di Jalan
Cicarawa, Bukit Duri, lalu pindah ke Bukit Duri Tanjakan. Di kota inilah
mereka menghabiskan masa remajanya sampai tahun 1971, lalu pindah ke
Tebet.
Semenjak kecil Rhoma sudah terlihat bakat seninya. Tangisannya
terhenti tiap kali ibundanya, Tuti Juariah menyenandungkan lagu-lagu.
Masuk kelas nol ia sudah mulai menyukai lagu. Minatnya pada lagu semakin
besar ketika masuk sekolah dasar. Menginjak kelas 2 SD ia sudah bisa
membawakan lagu-lagu barat dan India dengan baik. Ia suka menyanyikan
lagu No Other Love, kesayangan ibunya dan lagu Mera Bilye Buchariajaya yang dinyanyikan oleh Latta Mangeshkar. Selain itu ia juga menikmati lagu-lagu Timur Tengah yang dinyanyikan oleh Umm Kaltsum.
Bakat musiknya mungkin berasal dari ayahnya yang fasih memainkan
seruling dan menyanyikan lagu-lagu cianjuran, sebuah kesenian khas
Sunda. Selain itu, pamannya, Arifin Ganda sering mengajarkan lagu-lagu
Jepang ketika Rhoma masih kecil.
Karena usia Rhoma yang tidak berbeda jauh dengan kakaknya, mereka
selalu kompak dan pergi berdua-duaan. Berbeda dengan kakaknya yang malas
mengikuti pengajian di surau atau di rumah kyai, Rhoma selalu mengikuti
pengajian dengan tekun. Setiap kali ayah dan ibunya bertanya, apakah
kakaknya ikut mengaji, Rhoma selalu menjawab ‘ya. Berangkat ke sekolah
pun mereka selalu berangkat bersama-sama dengan berboncengan sepeda.
Keduanya bersekolah di SD Kibono, Manggarai.
Ketika SD, bakat menyanyi Rhoma semakin kelihatan. Rhoma
adalah murid yang paling rajin bila disuruh maju ke depan kelas untuk
menyanyi. Uniknya, Rhoma tidak sama dengan murid-murid yang lain yang
sering malu-malu di depan kelas. Rhoma menyanyi dengan suara keras
hingga terdengar sampai kelas-kelas lain. Perhatian murid-murid semakin
besar karena Rhoma tidak menyanyikan lagu anak-anak maupun lagu
kebangsaan, melainkan lagu-lagu India.
Bakatnya sebagai penyanyi mendapat perhatian dari penyanyi senior,
Bing Slamet karena terkesan melihat penampilan Rhoma ketika menyanyikan
lagu barat dalam acara pesta di sekolahnya. Suatu hari, ketika Rhoma
duduk di kelas 4, Bing Slamet membawanya tampil dalam sebuah show di
Gedung SBKA (Serikat Buruh Kereta Api) di Manggarai. Ini merupakan
pengalaman yang berharga bagi Rhoma.
Sejak saat itu, meskipun belum berpikir untuk menjadi penyanyi Rhoma
sudah tidak terpisahkan lagi dari musik. Atas usaha sendiri ia belajar
memainkan gitar hingga mahir. Karena saking tergila-gilanya dengan
gitar, Rhoma sering membuat ibunya marah besar. Setiap kali ia pulang
sekolah yang pertama dicarinya adalah gitar. Begitu pula ketika setiap
kali ia keluar rumah hampir selalu membawa gitar. Pernah suatu kali
ibunya menyuruh Rhoma menjaga adiknya, tetapi Rhoma lebih suka memilih
bermain gitar. Akibat ulah tersebut, ibunya merampas gitarnya lalu
melemparkannya ke pohon jambu hingga pecah. Kejadian itu membuat Rhoma
sedih karena gitar adalah teman nomor satu baginya.
Perkembangan selanjutnya dalam mempelajari musik ia mulai menyadari
bahwa meskipun ayah dan ibunya pasangan berdarah ningrat yang menyukai
musik, tetapi mereka tetap menganggap bahwa dunia musik bukanlah sesuatu
yang patut dibanggakan atau dijadikan profesi. Ibunya sering
meneriakkan ‘berisik’ setiap kali ia menyanyi dan beranggapan, bahwa
musik akan menghambat sekolahnya. Kenyataan ini membuat bakat musik
Rhoma semakin berkembang di luar rumah karena jika di rumah ia kurang
mendapat dukungan.
Pada saat Rhoma duduk di kelas 5 SD tahun 1958 ayahnya meninggal
dunia. Sang ayah meninggalkan delapan anak yaitu: Benny, Rhoma, Handi,
Ance, Dedi, Eni, Herry dan Yayang. Kemudian, ibunya menikah lagi dengan
seorang perwira ABRI, Raden Soma Wijaya yang masih ada hubungan famili
dan juga berdarah ningrat. Ayah tirinya ini membawa dua anak dari
istrinya yang dulu dan setelah menikah dengan ibu Rhoma memiliki dua
anak lagi.
Ketika ayah kandungnya masih hidup suasana di rumahnya
feodal. Bahasa sehari-hari ayah dan ibunya adalah bahasa Belanda.
Segalanya harus serba teratur dan menggunakan tatakrama tertentu. Para
pembantu harus memanggil anak-anak dengan sebutan ‘Den’ (raden).
Anak-anak harus tidur siang dan makan bersama-sama. Ayahnya juga tak
segan-segan menghukum mereka dengan pukulan jika dianggap melakukan
kesalahan, seperti bermain hujan ataupun membolos sekolah.
Keadaan keluarga Rhoma di Tebet waktu itu memang tergolong cukup kaya
bila dibandingkan masyarakat sekitar. Rumahnya mentereng dan memiliki
beberapa mobil, seperti, mobil merk Impala, mobil yang tergolong mewah
pada waktu itu. Rhoma juga selalu berpakaian bagus dan mahal.
Namun, suasana feodal tersebut tidak ada lagi setelah ayah tirinya
hadir di tengah-tengah keluarga mereka. Bahkan, berkat ayah tiri serta
pamannya inilah Rhoma mendapatkan ‘angin’ untuk menyalurkan bakat
musiknya. Secara bertahap ayah tirinya membelikan alat musik akustik
seperti, gitar, bongo, dan sebagainya.
Dunia Rhoma di masa kanak-kanak rupanya bukan hanya di
dunia musik. Rhoma juga sering adu jotos dengan anak-anak lain.
Lingkungan pergaulannya ketika itu tergolong keras. Anak-anak saat itu
cenderung mengelompok dalam geng dan satu geng dengan geng lainnya
saling bermusuhan atau paling tidak saling bersaingan. Dengan demikian
perkelahian antar geng sering tak terhindarkan.
Bukitduri, tempat tinggalnya hampir setiap kampung di daerah itu
terdapat geng (kelompok anak muda). Di Bukitduri ada BBC (Bukitduri Boys
Club), di Kenari ada Kenari Boys, Cobra Boys, dan sebagainya. Banyak
anak muda dari Bukitduri Puteran dan dari Manggarai yang bergabung
dengan Geng Cobra. Geng-geng ini saling bermusuhan sehingga keributan
selalu hampir terjadi setiap mereka bertemu.
Satu hal yang cukup menonjol pada diri Rhoma adalah, bahwa
teman-temannya hampir selalu menjadikannya sebagai pemimpin. Tentu saja
bila gengnya bentrok dengan geng lain, Rhoma-lah yang diharapkan tampil
di depan untuk berkelahi. Meskipun pernah menang beberapa kali Rhoma
juga sering mengalami babak belur bahkan luka cukup parah karena
dikeroyok 15 anak di daerah Megaria.
Ketika ia masuk SMP tempat-tempat berlatih silat semakin marak.
Tetapi, bagi Rhoma ilmu bela diri nasional ini tidaklah asing karena
sejak kecil ia sudah dapat latihan dari ayahnya dan beberapa guru
lainnya. Rhoma pernah belajar silat Cingkrik (paduan silat Betawi dan
Cimande) kepada Pak Rohimin di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Rhoma juga
pernah belajar silat Sigundel di jalan Talang, selain beberapa ilmu
silat yang lain. Bila terjadi perkelahian antar geng para anggotanya
saling menjajal ilmu silat yang telah mereka pelajari.
Karena kebandelannya itulah, maka Rhoma beberapa kali harus tinggal
kelas sehingga karena malu maka ia sering berpindah sekolah. Kelas 3 SMP
pernah dijalaninya di Medan, Sumatera Utara ketika ia dititipkan di
rumah pamannya. Tapi, tak berapa lama kemudian, ia pindah lagi ke SMP
Negeri XV Jakarta.
Kenakalan Rhoma terus berlanjut hingga bangku SMA. Pada waktu
bersekolah di SMA Negeri VIII Jakarta, ia pernah kabur dari kelas lewat
jendela karena ingin bermain musik dengan teman-temannya yang sudah
menunggunya di luar. Kegandrungannya pada musik dan berkelahi di dalam
dan luar sekolah membuatnya sering keluar masuk sekolah SMA. Selain di
SMA Negeri VIII Jakarta, ia juga pernah tercatat sebagai siswa di SMA
PSKD Jakarta, SMA St. Joseph di Solo dan akhirnya ia menetap di SMA 17
Agustus Tebet, Jakarta, tak jauh dari rumahnya.
Pada masa SMA di Solo Rhoma pernah melewati masa-masa sangat pahit.
Ia terpaksa menjadi pengamen di jalanan kota Solo. Di sana ia ditampung
di rumah seorang pengamen yang bernama Mas Gito. Sebenarnya sebelum
terdampar di Solo ia berniat hendak belajar di pesantren Tebu Ireng,
Jombang, Jawa Timur. Namun, karena tidak membeli karcis Rhoma, Benny
(kakaknya) dan tiga orang temannya, Daeng, Umar dan Haris harus main
kucing-kucingan dengan kondektur selama dalam perjalanan. Daripada terus
gelisah karena takut ketahuan dan diturunkan ditempat sepi, mereka
akhirnya memilih turun di Stasiun Tugu, Yogyakarta. Dari Yogya mereka
naik kereta lagi menuju Solo.
Ketika di Solo Rhoma melanjutkan sekolahnya di SMA St. Joseph. Biaya
sekolahnya diperoleh dari ngamen dan menjual beberapa potong pakaian
yang dibawanya dari Jakarta. Namun karena di Solo sekolahnya tidak
lulus, Rhoma harus pulang ke Jakarta dan melanjutkan sekolah di SMA 17
Agustus sampai akhirnya lulus tahun 1964. Kemudian, ia kuliah di
Fakultas Sosial Politik, Universitas 17 Agustus. Tapi, hal tersebut
hanya bertahan satu tahun karena ketertarikannya pada dunia musik yang
begitu besar.
Musik pop dan rock merupakan langkah pertama Rhoma
sebagai pemusik dan penyanyi. Seperti dikisahkan kakak kandungnya, Benny
Muharram, bahwa Rhoma sempat enggan merekam lagu Melayu yang ditawarkan
oleh Dick Tamimi dari perusahaan rekaman Dimita Moulding Company pada
tahun 1967, meskipun sebelumnya dia sudah sering menyanyi bersama
sejumlah orkes melayu.
Selain menjadi penyanyi Orkes Melayu Candraleka dan Indraprasta,
Rhoma juga melantunkan suaranya bersama Band Tornado dan Varia Irama
Melody. Bersama band-band tersebut Rhoma membawakan lagu-lagu pop barat
dan menyanyi sambil meniru persis suara Paul Anka melalui lagu yang
berjudul Diana ataupun Put Your Head On My Shoulder dan lagunya Andy Williams seperti, Butterfly, Moon River, serta Tom Jones seperti, Green-green Grass of Home, Dellilah.
Rhoma memang sudah bergelut dengan musik pop sejak masih di bangku
SMA. Bersama teman-teman sekolahnya ia sempat membentuk Band Gayhand.
Ketika musik Rock n’ Roll melanda Indonesia, ternyata hal tersebut
membuat Rhoma terpesona hingga dalam hatinya ia bertekad “Elvis saja
bisa menjadi raja dengan gitarnya, saya juga bisa”.
Namun begitu berada di dalam dunia musik, Rhoma ikut terbawa arusnya.
Dengan meniru gaya menyanyi Benyamis S. dan Ida Royani, Muchsin Alatas
dan Titiek Shandora yang sedang populer, Rhoma tidak keberatan diduetkan
dengan Inneke Kusumawati oleh Amin Widjaya dari perusahaan rekaman
Metropolitan dan Canary Records. Diiringi Band Zaenal Combo pimpinan
Zaenal Arifin, Rhoma dan Inneke rekaman dalam sejumlah lagu seperti,
Pujaan Hati, Di Rumah Saja, Bunga dan Kupu-kupu, Mohon Diri, Mabuk
Kepayang, Jangan Dekat-dekat, Anaknya Lima, Si Oteh, Lonceng Berbunyi,
Melati di Musim Kemarau dan Cinta Buta. Menurut Zakaria, pimpinan Orkes
Pancaran Muda yang salah satu lagunya, Anaknya Lima, dibawakan duet ini.
Munculnya pasangan Rhoma-Inneke sempat menggoyahkan popularitas Muchsin
Alatas dan Titiek Sandora.
Melihat keberhasilannya berduet dengan Inneke, kemudian
Zakaria menyarankan Rhoma berduet dengan Wiwiek Abidin untuk mengikuti
lomba menyanyi di Singapura pada tahun 1971, dan duet Rhoma-Wiwiek
berhasil menjadi juara.
Pada acara Panggung Gembira Hari Radio ke 26 di halaman gedung RRI
Jln. Merdeka Barat, 19 Januari 1971, walau termasuk masih baru, duet
Rhoma-Inneke menjadi pusat perhatian di antara penyanyi-penyanyi duet
lainnya, seperti, Elly Kasim-Tiar Ramon, Vivi Sumanti-Frans Doromez dan
Ida Royani- Benyamin Sueb. Duet Rhoma-Inneke juga diiringi oleh Band
Galaxi pimpinan Jopie Item ketika rekaman. Dengan pakem musik rock,
Jopie mengiringi Rhoma mengiringi sendirian dengan pekik dan teriakan
yang kemudian diteruskannya setelah mendirikan Soneta Group pada 13
Oktober 1970.
Pergaulan Rhoma dengan musik pop dan rock pula yang mempertemukannya
dengan pimpinan band perempuan Beach Girls yang bernama Veronica
Agustina Timbuleng dan lantas menikahinya pada tahun 1972. Pasangan ini
dikaruniai tiga orang anak, yaitu Debbie Veramasari, Fikri Zulfikar dan
Romy Syahrial.
Arus industri musik juga sempat membawa Rhoma dan Vero bertrio dengan
Debbie mengikuti sukses Chicha dengan lagu Heli serta Yoan dengan lagu
Si Kodok pada tahun 1976. Akan tetapi, setelah memimpin grupnya sendiri,
Soneta Group yang bersemboyan Voice of Moslem (Suara Muslim),
Rhoma justru menjadi arus itu sendiri dengan menyuntikkan musik rock ke
dalam album dangdutnya yang pertama yang berjudul ‘Begadang’, yang
berisi lagu-lagu Begadang, Sengaja, Sampai Pagi, Tung Keripit, Cinta
Pertama, Kampungan, Ya Le Le, Tak Tega dan Sedingin Salju. Akibatnya,
Rhoma menyulut pro dan kontra. Komunitas dangdut banyak yang keberatan,
sementara kalangan pemusik rock menerima dengan sinis. Ujung-ujungnya
diadakan diskusi yang bertajuk “Sekitar Musik Hard Rock dan Dangdut” di
Gedung Merdeka Bandung pada akhir Juni 1976, dengan Maman S. dari
majalah Aktuil sebagai penyelenggara, dan menghadirkan pembicara Dr.
Sudjoko dari ITB, Remy Silado, Benny Subarja dan Denny Sabri sebagai
wakil Rhoma yang tidak hadir. Ahmad Albar dan Harry Roesli yang diundang
tidak juga tidak kelihatan. Eksperimen Rhoma yang semestinya dijadikan
perhatian serius justru menjadi olok-olok hingga timbul ejekan, seperti,
tahi anjing dan bistik jangan dibandingkan gado-gado. Grup rock God
Bless dan Soneta dipertemukan di Istora, pada 22 Desember 1977 dengan
maksud melihat mana yang lebih hebat, rock atau dangdut. Padahal,
sebelum manggung Rhoma melepaskan merpati putih sebagai tanda
perdamaian.
Sebagaimana diskusinya, pertunjukan di Istora tersebut juga tidak
memberikan solusi yang konkret. Grup musik rock tetap berjalan
sebagaimana biasa, sementara Rhoma justru terus berkibar dengan dangdut
rocknya yang semakin membumi sampai-sampi masyarakat menjulukinya ‘Raja
Dangdut’. Album-album rekamannya yang semakin ‘ngerock’
mengalir tanpa bisa dibendung, bahkan oleh pemerintah Orde Baru
sekalipun yang dengan alasan politik melarangnya tampil di stasiun
televisi satu-satunya saat itu, TVRI. Hal tersebut merupakan dampak atas
lagu-lagunya yang menyindir pemerintah, seperti pada lagu Hak Azasi.
Pada lagu tersebut dengan gagah berani Rhoma berbicara mengenai HAM,
kebebasan berbicara, beragama, bekerja dan sebagainya. Album rekamannya
menjadi arus yang memutar roda industri musik semakin kencang. Setelah
album Begadang menjadi sangat populer, menyusul album-album berikutnya,
seperti; Penasaran (1976), Rupiah (1976), Darah Muda (1977), Musik
(1977), 135 Juta (1978), Santai (1979), Hak Azasi (1980), Begadang II
(1981), Sahabat (1982), hingga Indonesia (1983), yang semuanya
diproduksi oleh Yukawi Corporation. Perusahaan rekaman ini lantas
berubah menjadi Soneta Records, milik Rhoma.
Langkah tegap Rhoma semakin mantap dengan membintangi beberapa film,
seperti; Oma Irama Penasaran (1976), Gitar Tua Oma Irama (1977), Oma
Irama Berkelana I (1978), Oma Irama Berkelana II (1978), Begadang
(1978), Raja Dangdut (1978), Cinta Segitiga (1979), Camelia (1979),
Perjuangan dan Doa (1980), Melodi Cinta Rhoma Irama (1980), Badai di
Awal Bahagia (1981), Satria Bergitar (1984), Cinta Kembar (1984),
Pengabdian (1985), Kemilau Cinta di Langit Jingga (1985), Menggapai
Matahari I (1986), Menggapai Matahari II (1986), Nada-nada Rindu (1987),
Bunga Desa (1988), Jaka Swara (1990), Nada dan Dawah (1991), serta
Tabir Biru (1994), diteruskannya dengan penerbitan soundtrack yang laris
manis. Dalam film Darah Muda, Rhoma bahkan menggandeng Ucok Harahap
dari grup rock Aka yang pernah bertarung dengan Soneta Group di atas
panggung. Pertarungan musik rock dan dangdut juga adalah inti cerita
film ini.
Berdasarkan data penjualan kaset dan jumlah penonton film-film yang
dibintanginya, penggemar Rhoma tak kurang dari 15 juta atau 10% penduduk
Indonesia. Ini catatan sampai pertengahan tahun 1984. “Tidak ada
kesenian mutakhir yang memiliki lingkup sedemikian luas”, tulis majalah
Tempo pada 30 Juni 1984. sementara itu Rhoma sendiri berkata, “Saya
takut publikasi, ternyata, saya sudah terseret jauh”.
Data PT Perfin menyebutkan, hampir semua film Rhoma laku. Bahkan,
sebelum sebuah film selesai diproses orang sudah membelinya, seperti
film berjudul Satria Bergitar misalnya. Film yang dibuat dengan biaya Rp
750 juta ini, ketika belum rampung sudah memperoleh pialang Rp 400
juta. Menurut kakaknya, Benny, yang juga produser PT Rhoma Film, Rhoma
tidak pernah makan uang dari hasil film, tetapi dari hasil penjualan
kaset. Uang hasil film disumbangkan untuk, antara lain, masjid, yatim
piatu, kegiatan remaja dan perbaikan kampung. Bahkan, pada tahun 1983
Rhoma membayar zakat sebesar Rp 6 juta.
Meskipun demikian, jika dikaitkan dengan perolehan material, Rhoma
bisa dikatakan sebagai pemusik terkaya di negeri ini. Bayangkan, sebelum
pemusik lain naik mobil Mercy, ia sudah menikmati kenyamanan mobil
mewah itu sejak tahun 70-an. Hal tersebut terindikasi ketika membaca
wawancaranya dengan harian The Jakarta Post, saat Rhoma secara rendah
hati menyatakan punya uang yang cukup meski tidak banyak. Hal itu masuk
akal, mengingat sejeblok-jebloknya kaset Rhoma Irama di pasaran, minimal
akan terjual sampai 400 ribu copy per album. Ini semakin menggelikan
jika dibandingkan dengan musisi di luar dangdut yang acapkali berbangga
secara berlebihan meski kasetnya hanya terjual tak lebih dari 100 ribu
copy.
Boleh jadi sampai kini kejayaan Rhoma belum tergantikan. Kalau dulu ada sebutan The Big Five
untuk para ‘Bintang Mahal’, seperti, Roby Sugara, Roy Marten dan Yati
Ocktavia, maka pada saat yang sama sebenarnya nilai kontrak Rhoma tetap
jauh di atas mereka. Bahkan, banyak produser film rela menunggu giliran
sampai tiga tahun hanya untuk dapat mengontrak Rhoma.
Selain itu, Rhoma juga terhitung sebagai salah satu penghibur paling
sukses dalam mengumpulkan massa. Rhoma bukan hanya tampil di dalam
negeri, tetapi ia juga pernah tampil di Kuala Lumpur, Singapura dan
Brunei Darussalam dengan jumlah penonton yang hampir sama ketika ia
tampil di Indonesia. Beberapa media massa Indonesia melaporkan, bahwa,
penonton pertunjukan Rhoma di berbagai daerah ada yang jatuh pingsan
atau celaka lantaran terlalu berdesakan. Hal yang sangat disesalkan
Rhoma sendiri. “Untuk mendapatkan hiburan, mengapa mesti sampai jatuh
korban begitu?” katanya.
Rhoma menyatakan, bahwa dirinya banyak dijadikan bahan rujukan
penelitian. Ada sekitar 7 skripsi tentang dirinya dan musik yang telah
dihasilkan. Selain itu, peneliti asing juga kerap menjadikannya obyek
penelitian, salah satunya adalah William H. Frederick, Doktor Sosiologi,
Universitas Ohio, AS pada 1985 dengan judul; Rhoma Irama and The Dangdut Style: Aspect of Contemporary Indonesia Popular Culture,
yang meneliti tentang kekuatan popularitas serta pengaruh Rhoma Irama
pada masyarakat. Ia menyebutkan dalam tesisnya, bahwa: “Rhoma Irama
adalah revolusioner dalam dunia musik Indonesia. Hampir bisa dipastikan,
di Indonesia, Rhoma Irama adalah penghibur paling jempolan. Sejak
rapat-rapat raksasa di masa Demokrasi Terpimpin, acara panggung yang
paling banyak dibanjiri massa adalah panggung Rhoma Irama”. Lebih lanjut
ia mengatakan, “Bila di dunia musik Amerika sosok Mick Jagger sangat
berpengaruh, di Indonesia, bandingan sosok yang sepadan dengannya ada
pada figur Rhoma Irama. Kedua orang ini sama-sama jenius dan otodidak.
Keduanya mampu tampil ke posisi puncak musikalnya karena kekuatan bakat
alam yang luar biasa hebat.”
Pada akhir April 1994 Rhoma Irama menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Tanaka dari Life Record
Jepang di Tokyo. Sebanyak 200 buah judul lagunya akan direkam ke dalam
bahasa Inggris dan Jepang, untuk diedarkan di pasar Internasional.
Rencananya lagu-lagu tersebut dibuat dalam bentuk laser disc (LD) dan compact disc (CD).
Mereka digambarkan sebagai raja dan ratu yang sama-sama mempunyai
kerajaan. Suasana itu makin kental dan legitim dengan hadirnya MURI
(Museum Rekor Indonesia -red.) yang memasukkan Rhoma dan Elvy sebagai
raja dan ratu dangdut Indonesia. Meski terlambat, tentu cukup menghibur.
Soalnya, jauh sebelum itu, di tahun 1985, majalah Asia Week telah
menempatkan Rhoma Irama sebagai raja musik Asia Tenggara.
Ngenet dibayar harian....
KLIK DISINI, Insya Allah Halal
(diweb klik Skip add, kemudian ikuti panduannya)
Ngenet dibayar harian....
KLIK DISINI, Insya Allah Halal
(diweb klik Skip add, kemudian ikuti panduannya)
dari berbagai sumber
STRUKTUR PAMMI
DPP PAMMI periode 2012-2017
- Ketua Umum : H. Rhoma Irama
- Ketua harian : Ikke Nurjanah, SE
- Ketua bidang Organisasi : Husein Audah
- Ketua bid. Litbang : Hendro Saky
- Ketua bid. Hukum : Ismail, SH
- Ketua bid. Humas : Surya Aka Syahnagra, SH, MH
- Ketua bid. Kessos : Ayu Soraya
- Ketua bid. Rohani : Khalid Karim
- Sekretaris Jendral : Waskito
- Bendahara Umum : Ir. Tedy Suratmadji
- Wakil Bendahara : Chyntya Sari, SE
Ngenet dibayar harian....
KLIK DISINI, Insya Allah Halal
(diweb klik Skip add, kemudian ikuti panduannya)
SONETA FANS CLUB INDONESIA
Nama Lengkap: Endang Supriyatna (Ndang Zulfikar)
Tempat dan Tanggal Lahir: Jakarta, 21 Nopember 1968
Nama Bapak: H. Mardani
Nama Ibu: Hj. Siti Aminah
Isteri: Kusmiati
Anak: Ulfah Rizkiani (16), Deni Ramdhani (12) dan Noer Mashita (9)
Pendidikan: SMA Markatin Jakarta
Hoby: Olahraga dan Memancing
Alamat: Komplek Perdagangan Rt 6/06 no. 75 Kelapa Gading Timur Jakarta Utara. HP: 085693448826
Perjalanan Soneta Fans Club Indonesia
Gagasan Terbentuknya Soneta Fans Club Indonesia
- Ingin terbentuknya sekelompok penggemar Soneta Group disamping menyatukan penggemar-penggemar Soneta Group di Tanah Air
Syarat Pendaftaran Menjadi Anggota SFCI
Mengisi Formulir yang telah disediakan di sekretariat Soneta Fans Club Indonesia yang beralamat di jln. P. Komarudin, Cakung, Jakarta-Timur
Kegiatan SFCI
1. Bidang Keagamaan
- Memperingati Hari-hari Besar Islam
- Menggelar Tabligh Akbar dalam rangka memberikan pendidikan kepada ummat setiap setahun sekali dan merupakan kegiatan rutin SFCI
- Santunan Anak Yatim
- Zakat Fitrah
- Mendirikan Grup Musik Dangdut ZULFIKAR GROUP (diasuh oleh H. Moch Nasir Pemain Mandolin Soneta)
1. Meningkatkan Ukhuwah Islamiyah sesama penggemar Soneta Group
2. Mendukung misi Soneta Group Pimpinan Rhoma Irama (The Sound Of Islam)
3. Menjaga nama baik Soneta Group pimpinan H. Rhoma Irama
4. Menjaga dan melindungi seni budaya bangsa (dangdut)
Ngenet dibayar harian....
KLIK DISINI, Insya Allah Halal
(Link diarahkan keweb klik Skip add, kemudian ikuti panduannya)
Copy from Sonetafansclubindonesia.blogspot.com
Subscribe to:
Posts (Atom)